Habibana Umar bin Hafidz, Habibana Munzir Al Musawa ....

Ketika Imam Syafi’i dituduh termasuk pengikut golongan Rofidloh (Syi’ah), karena beliau mencintai dan menghormati Ahlu Bait, beliau menjawab dengan syair yang artinya :
                “Jika yang dimaksud dengan golongan Rafidloh hanya semata-mata mereka yang mencintai Ahlu Bait, maka saksikanlah wahai bumi dan langit, bahwa aku adalah termasuk dari golongan Rofidloh"
                Al-Imam as-Suyuthi menulis sebuah kitab yang khusus memuat beberapa Hadits yang menunjukkan keutamaan Ahlu Bait.
Di antaranya adalah Hadits berikut:
                “Perumpamaan ahli bait-ku, seperti perahu Nabi Nuh. Barang siapa yang berada di atasnya ia akan selamat, dan yang meninggalkannya akan tenggelam.”(H.R. Thabrani)
                “Aku meninggalkan kalian yang apabila kalian pegang teguh tidak akan tersesat. Kitab Allah, dan keturunanku.”(H.R. Turmudzi)
                “Umatku yang pertama kali aku beri pertolongan (Syafa’at) kelak di hari Kiamat, adalah yang mencintai Ahli bait-ku.”(H.R. al-Dailami)
                “Didiklah anak-anak kalian atas tiga hal; Mencintai Nabi kalian, Mencintai Ahli bait-ku, Membaca al-Qur’an. (Diriwayatkan oleh Ibnu Mundzir, Ibnu Abi Hatim, Ibnu Mardaweih, dan at-Thabrani dalam kitab tafsir-nya)
                Ketika turun ayat:”Katakanlah wahai Muhammad, Aku tidak meminta balasan apapun dari kalian kecuali mencintai kerabat".
                Kemudian Ibnu Abbas ra bertanya pada Rasulullah: "Wahai Rasulullah, siapakah yang dimaksud dengan kerabat yang wajib kami cintai? Rasulullah SAW menjawab: Ali, Fatimah, dan anak keturunannya".
                Demikian sebagian dalil-dalil dari Hadits Rasulullah SAW yang secara jelas menyatakan keutamaan Ahlu Bait. Karena itulah kami memilih jadi MUHIBBIN bagi Ahlu Bait Nabi Saw.
                Untuk lebih jelasnya lagi, silahkan baca sendiri kitab Imam As-Suyuthi yang berjudul: "Ihya’ al-Mayt fi Fadlo’il Ahli al-Bait", yang memuat 60 Hadits tentang keutamaan Ahlu Bait.

K.H. Ali Ma’shum (1333 – 1410 H)

K.H. Ali Ma’shum (1333 – 1410 H)
K.H. Ali Ma’shum dilahirkan di Lasem kota mana terletak di pesisir utara pulau Jawa masuk wilayah kabupaten Rembang Jawa Tengah. Ia lahir pada 2 Maret 1915 (15 Rabiul Akhir 1333 H) dari buah pernikahan K.H. Ma’shum dan Ny. Nuriyah. Kedua orang tuanya merupakan figur dan tokoh agama kharismatik yang selain disegani juga menjadi tempat pengaduan persoalan hidup masyarakat kebanyakan. (Muhdlor, 1989: 4)
Kyai Ali [kecil] lahir di tengah gencarnya kaum pembaharu melakukan serangan terhadap peranan pondok pesantren yang identik dengan institusi pendidikan tradisional. Kendati demikian, ayahnya tidak mengarahkan Kyai Ali untuk menjauhi pesantren. Bahkan ia dididik agar semakin mencintai pesantren.

KH. Abdul Hamid

Semua Orang Merasa Paling Disayang
KH. Abdul hamid Lahir pada tahun 1333 H, di Desa Sumber Girang, Lasem, Rembang, Jawa Tengah. Wafat 25 Desember 1985.
Pendidikan: Pesantren Talangsari, ]ember; Pesantren Kasingan, Rembang, Jateng; Pesantren Termas, Pacitan, Jatim. Pengabdian: pengasuh Pesantren Salafiyah, Pasuruan
ANGIN bergerak perlahan. Hening. Jam menunjuk pukul 01.00 lebih. Warga Pesantren Salafiyah, Pasuruan, dan sekitarnya lelap tidur nyenyak.

Ratib Al-Haddad

Ratib Al-Haddad

 Susunan

الإمام القطب عبد الله بن علوي الحداد
Al-Imam Al-Qutub Abdullah bin Alawi Al-Haddad
Ratib Al-Haddad
Ratib Al-Haddad ini mengambil nama sempena nama penyusunnya, iaitu Imam Abdullah bin Alawi Al-Haddad, seorang pembaharu Islam (mujaddid) yang terkenal. Daripada doa-doa dan zikir-zikir karangan beliau, Ratib Al-Haddad lah yang paling terkenal dan masyhur. Ratib yang bergelar Al-Ratib Al-Syahir (Ratib Yang Termasyhur) disusun berdasarkan inspirasi, pada malam Lailatul Qadar 27 Ramadhan 1071 Hijriyah (bersamaan 26 Mei 1661).
Ratib ini disusun bagi menunaikan permintaan salah seorang murid beliau, ‘Amir dari keluarga Bani Sa’d yang tinggal di sebuah kampung di Shibam, Hadhramaut. Tujuan ‘Amir membuat permintaan tersebut ialah bagi mengadakan suatu wirid dan zikir untuk amalan penduduk kampungnya agar mereka dapat mempertahan dan menyelamatkan diri daripada ajaran sesat yang sedang melanda Hadhramaut ketika itu.
Pertama kalinya Ratib ini dibaca ialah di kampung ‘Amir sendiri, iaitu di kota Shibam setelah mendapat izin dan ijazah daripada Al-Imam Abdullah Al-Haddad sendiri. Selepas itu Ratib ini dibaca di Masjid Al-Imam Al-Haddad di Al-Hawi, Tarim dalam tahun 1072 Hijriah bersamaan tahun 1661 Masehi. Pada kebiasaannya ratib ini dibaca berjamaah bersama doa dan nafalnya, setelah solat Isya’. Pada bulan Ramadhan ia dibaca sebelum solat Isya’ bagi mengelakkan kesempitan waktu untuk menunaikan solat Tarawih. Mengikut Imam Al-Haddad di kawasan-kawasan di mana Ratib al-Haddad ini diamalkan, dengan izin Allah kawasan-kawasan tersebut selamat dipertahankan daripada pengaruh sesat tersebut.